Yang pertama kali memprakarsai kesyirikan di jazirah Arab adalah
orang dari keturunan Ismail. Mulanya, bila mereka keluar dari Tanah
Haram untuk mencari rezeki, mereka membawa batu dari Tanah Haram untuk
dibawa serta. Jika mereka singgah di sebuah tempat, mereka meletakkan
batu itu di sisi mereka. Kemudian mereka bertawaf (mengelilingi) batu
tersebut sebagaimana tawaf di Baitullah. Bersamaan dengan itu, mereka
juga berdoa kepada Allah. Apabila mereka kembali melanjutkan perjalanan,
batu itu tak lupa dibawa serta. Demikian seterusnya.
Seiring kematian si pembuat bid’ah ini, serta sejalan dengan pergantian
zaman, hiduplah generasi jahil yang jatuh hati kepada batu yang menjadi
berhala tadi. Mereka mengira batu itu adalah tuhan yang mampu
mendekatkan mereka kepada Allah Ta’ala Rabb Baitullah Al-Haram.
Itulah cikal-bakal penyembahan berhala oleh anak cucu Ismail dari keturunan Adnan.
Bagaimana dengan berhala berbentuk patung...?
Penyembahan berhala berbentuk patung dan gambar dimulai oleh ‘Amr bin
Luhay Al-Khuza’i, seseorang berdarah Syam yang hijrah ke negeri-negeri
Hijaz.
Suatu ketika, dia bersafar dari Mekkah menuju Syam. Di Syam, dia
melihat para penduduk setempat menyembah berhala. Dia pun bertanya,
“Berhala apa yang kalian sembah ini?”
Para penduduk menjawab, “Kami menyembahnya supaya dia menurunkan
hujan, ternyata dia benar-benar menurunkan hujan bagi kami. Kami memohon
pertolongannya, ternyata dia benar-benar menolong kami.”
‘Amr bin Luhay berkata, “Bolehkah kalian berikan berhala itu untukku
supaya aku membawanya pulang ke negeri Arab dan penduduk di sana bisa
menyembahnya?”
Akhirnya penduduk Syam memberi berhala yang mereka namai “Hubal” itu.
Demikianlah, Hubal pun dipajang oleh penduduk Mekkah di sekitar Ka’bah.
Hubal tetap ditempatkan di sana hingga tibanya hari kemenangan Islam.
Kala kemenangan itu tiba, Hubal beserta 320 berhala lainnya
dihancurkan dan dijauhkan dari Ka’bah. Dengan demikian, Baitullah
Al-Haram menjadi suci bersih tanpa berhala. Demikian pula Mekkah dan
Tanah Haram kembali menjadi suci dari berhala. Segala puji hanya bagi
Allah Rabb semesta alam.
Lalu, bagaimana nasib ‘Amr bin Luhay selanjutnya..?
Dia terusir dari Mekkah yang suci. Penduduk Mekkah mengharamkan ‘Amr
bin Luhay menginjakkan kakinya lagi di sana. Dahulu dia menciptakan
syariat baru kemudian penduduk Mekkah mengikutinya. Dia juga membuat
bid’ah dan memperindah bid’ah itu. Itulah pertama kalinya ada yang
mengganti agama Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam di kawasan Hijaz.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersaksi tentang peristiwa ini,
Marji’: Hadza Al-Habib Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Ya Muhib, karya Syekh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Darul Hadits, Kairo.
—
- Bahirah adalah onta betina yang telah beranak lima kali dan anak yang kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh diambil susunya.
- Saaibah adalah onta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran sesuatu nadzar. Seperti, jika seorang Arab Jahiliyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, maka ia biasa bernadzar akan menjadikan ontanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dan selamat.
- Washiilah adalah seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.
- Haam adalah unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena telah dapat membuntingkan unta jantan sepuluh kali. Perlakuan terhadap Bahirah, Saaibah, Washiilah dan Haam ini adalah kepercayaan Arab Jahiliyah.
Penulis: Athirah Ummu Asiyah
Muroja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits